Nyai Ratu Kidul Dari Sudut Logika
By agussodagar - Senin, 03 September 2012
Logika dan Ilmu Pengetahuan
Banyak yang beranggapan bahwa kepercayaan dan agama tidak
dapat dicerna dengan menggunakan logika. Anggapan seperti itu harus
diluruskan. Agama dan kepercayaan yang benar harus dapat dipikirkan
dengan logika, sebab agama dan kepercayaan itu dijalankan oleh
manusia yang mempunyai akal. Justru yang harus dipertanyakan adalah:
kepercayaan atau agama yang tidak bisa dinalar itu, jangan-jangan
memang tidak nyata kebenarannya sebab melawan akal? Atau: Bisakah
diyakini kebenaran dari kepercayaan dan agama yang tidak masuk akal?
Tak ada yang tak dapat dinalar di tempat manusia ini, asalkan
mengandung kebenaran. Mungkin, suatu saat nalar kita belum dapat
memecahkan sebuah persoalan atau fenomena. Misalnya; jika lelembut
atau makhluk halus itu benar adanya, maka akal harus bisa
memecahkannya. Ilmu pengetahuan dan sains harus bisa
menemukannya. Guru dari para filsuf dunia, Aristoteles, pada jaman
sebelum Masehi sudah mempunyai teori causa prima (penyebab
Banyak yang beranggapan bahwa kepercayaan dan agama tidak
dapat dicerna dengan menggunakan logika. Anggapan seperti itu harus
diluruskan. Agama dan kepercayaan yang benar harus dapat dipikirkan
dengan logika, sebab agama dan kepercayaan itu dijalankan oleh
manusia yang mempunyai akal. Justru yang harus dipertanyakan adalah:
kepercayaan atau agama yang tidak bisa dinalar itu, jangan-jangan
memang tidak nyata kebenarannya sebab melawan akal? Atau: Bisakah
diyakini kebenaran dari kepercayaan dan agama yang tidak masuk akal?
Tak ada yang tak dapat dinalar di tempat manusia ini, asalkan
mengandung kebenaran. Mungkin, suatu saat nalar kita belum dapat
memecahkan sebuah persoalan atau fenomena. Misalnya; jika lelembut
atau makhluk halus itu benar adanya, maka akal harus bisa
memecahkannya. Ilmu pengetahuan dan sains harus bisa
menemukannya. Guru dari para filsuf dunia, Aristoteles, pada jaman
sebelum Masehi sudah mempunyai teori causa prima (penyebab
pertama) untuk melogikakan atau menalar eksistensi Tuhan. Maka
keberadaan Tuhan itu masuk akal.
Yang dimaksudkan dengan perkara masuk akal atau logis adalah
perkara-perkara yang tidak bertentangan dengan akal dan nalar itu
sendiri. Logika tidak boleh menjawab dengan standar ganda. Misalnya:
1+1 menurut akal adalah 2. Hanya itu. Jika ada kepercayaan atau teori
atau ajaran yang menyatakan 1+1 adalah 1 atau 3 atau berapa saja selain
2, maka itulah yang disebut tidak logis atau tidak masuk akal.
Logika juga mengatakan bahwa 1 itu tidak mungkin 3 atau 4
atau 5, dan sebaliknya. Jika ada orang yang mengatakan bahwa 3 itu
adalah 1 maka itu bukanlah hal yang belum dicapai akal atau nalar, tapi
merupakan hal yang berlawanan dengan akal. Kalau ada orang yang
tidak bisa melogikakan 3 adalah 1, itu bukan karena ketidakmampuan
orangnya, tapi karena “3 adalah 1” itu berlawanan dengan akal. Tapi
adakalanya orang tidak mampu untuk menghitung 12354287457892 x
4253734534947 karena otaknya terbatas. Tapi angka yang dikalikan
tersebut tetap masuk akal sebab pasti bisa ditemukan jawabnya, hanya
saja memerlukan waktu. Justru karena belum mampu tersebut maka lalu
manusia tertantang akalnya untuk menciptakan teknologi penghitung
(mesin kalkulator).
Jika Anda sakit kepala maka lebih logis dan masuk akal jika
minum obat sakit kepala yang sudah teruji. Tapi kalau sakit kepala
diobati dengan cara dipukuli kepalanya maka yang terjadi adalah sakit
kepalanya hilang sebab pingsan. Orang sakit gondong tidak logis jika
diobati dengan cara menempelkan tulisan Arab di gondongnya, bahkan
akan ditertawakan orang karena kelihatan lucu.
Contoh lainnya: Ada informasi bahwa Tini, sekretaris Pak
Umar, berasal dari Jombang dan anak Bu Karto. Sedangkan sekretaris
Pak Umar hanya seorang. Maka, kalau ada informasi yang mengatakan
ada seorang bernama Tini, anak Bu Umar, maka secara logika Tini yang
ini bukan sekretaris Pak Umar. Logika tersebut bisa menjadi salah jika
ternyata informasinya salah.
Penggunaan logika merupakan hal yang sangat penting bagi
manusia sebab itulah kelebihan manusia yang membedakan dirinya
dengan makhluk lainnya. Dengan logika dan akal itu, masyarakat Arab
dan Eropa kuno yang gelap-gulita dalam kehidupan takhayul dapat
berubah menjadi terang-benderang dan makmur karena pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hanya saja sayangnya keserakahan mengakibatkan
penyalahgunaan akal dan ilmu pengetahuan itu sehingga manusia
berubah menjadi serigala bagi yang lain. Masyarakat yang masih hidup
di alam pikiran takhayul dan mistik di Asia, Afrika, Amerika dan
Australia menjadi korban kemajuan logika dan ilmu pengetahuan.
Masyarakat Indian di benua Amerika yang takhayul dan penuh mistik
itu digerus hampir punah oleh bangsa kulit putih, pelarian dari Eropa
yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga nasib
orang Asia yang gemar mistik juga terjajah dan dikuasai bangsa Eropa.
Begitu juga orang Aborigin di Australia.
Saya tidak akan menjelaskan secara rinci tentang ilmu logika,
sebab berpikir logis dapat dilakukan siapa saja, asalkan dalam pikirannya
tidak dicemari oleh pandangan-pandangan fanatisme yang berlebihan.
Ketika seseorang sudah terlanjur pikirannya dipengaruhi oleh perkara-
perkara kepercayaan yang mengandung kepentingan dan harga diri,
maka akal tidak akan bisa bekerja dengan murni dan baik. Berpikir logis
memerlukan keadaan akal yang jernih dan mampu melepaskan segala
kepentingan, pengaruh, perasaan dan lain-lain. Artinya, orang perlu
mengosongkan pikiran dan akalnya, tanpa tendensi apa-apa,
mengembalikan otak menjadi kertas putih tanpa tulisan.
Jika seandainya Anda orang Islam yang akan menalar ajaran
agama Anda dengan logika, maka lepaskan dulu agama itu dari jiwa dan
perasaan Anda, seolah-olah Anda bukan penganut Islam, lalu mulailah
bekerja dengan menggunakan akal Anda. Barulah Anda akan
memperoleh hasil yang tidak subyektif. Para ahli logika (mantiq) dan
ahli Hadits juga menggunakan logika untuk memurnikan Islam dari
segala bentuk-bentuk dalil palsu dan tendensius yang secara sengaja
disisipkan oleh kelompok kepentingan tertentu ke dalam ajaran Islam.
Dengan jalan itu maka pembelokan atau penyimpangan ajaran agama
bisa ditemukan. Alhasil, ribuan hadits berhasil diselidiki kepalsuannya
dan harus didokumen-tasikan dalam kelompok Hadits Palsu.
Jika sebelum mempergunakan akal atau nalar, kita masih
dibebani oleh keyakinan-keyakinan yang membabi-buta, maka sudah
pasti nalar tidak akan bisa bekerja secara jernih dan obyektif. Misalnya:
orang yang terlanjur yakin bahwa kerisnya adalah keris sakti yang
berasal dari lidah naga, tidak akan bisa menilai rasionalitasnya dalam
menelitinya. Yang akan dilakukan orang itu adalah mencari dalil
pembenaran (justifikasi) agar keyakinannya itu memperoleh alasan yang
cukup. Sudah barang tentu, orang tersebut tidak akan memperoleh hasil
penalaran yang bersih dan optimum.
Logika adalah bagian dari filsafat juga dikembangkan oleh para
filsuf dalam usaha-usaha menemukan ilmu pengetahuan yang dahulunya
dianggap gaib. Atom yang selama ini dianggap sebagai bagian terkecil
dari suatu benda, sejak sekitar 25 abad yang lalu sudah dipikirkan oleh
Demokritos yang tidak mempunyai mikroskop. Atom pada jaman
Demokritos adalah soal gaib, bahkan tidak terbayangkan logika, tetapi
sekarang merupakan hal yang logis. Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad dari Mekah ke Palestina, lalu ke luar angkasa (Sidratul
Muntaha), dalam waktu semalam dianggap hal gaib yang tidak masuk
logika oleh kebanyakan orang. Padahal itu merupakan tantangan logika
manusia untuk bisa memecahkan rahasianya.
Nalarnya begini: Sekarang ini secara ilmiah diperoleh fakta
adanya kecepatan gerak gelombang gravitasi yang kecepatannya
memungkinkan dalam sekejap mata bisa sampai ke tempat manapun
yang dituju. Jika dahulu orang memustahilkan adanya pesawat terbang
yang melebihi kecepatan suara ternyata sekarang menjadi kenyataan,
maka tidakkah mustahil suatu saat ada kendaraan atau media apapun
yang kecepatannya sama dengan gelombang gravitasi. Gelombang
gravitasi ini menurut ilmuwan – Corpurcue – tidak tergantung dengan
waktu. (Nasir Makarim S., 1988: 24).
Perkara waktu perjalanan Isra’ Mijraj yang hanya satu malam
itu masih masuk akal atau logis ditinjau dari ilmu pengetahuan. Artinya,
tidak berlawanan dengan akal. Hanya saja mungkin menimbulkan
pertanyaan logis lainnya, misalnya: apakah masuk akal jika Nabi
Muhammad mempunyai kendaraan yang kecepatannya secepat
gelombang gravitasi, sebab pada waktu itu pesawat capung pun belum
ada?
Kalau disuguhkan jawaban teologis memang gampang,
misalnya: Itu perkara mudah bagi Allah. Tapi dalam ilmu logika tidak
sesederhana itu. Bisa saja, misalnya dikemukakan argumen bahwa Isra’
Mi’raj termasuk rahasia atau misteri tentang teknologi masa depan,
sebagaimana teknologi masa depan yang telah dilihat oleh sebagian
masyarakat di muka bumi tentang fenomena adanya pesawat piring
terbang (UFO) yang juga masih menjadi misteri itu. Tetapi misteri itu
bukanlah klenik atau mistik, melainkan berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang akan dicapai manusia.
Jawaban itu tidak memuaskan, tapi secara ilmiah masih rasional.
Hadits menjelaskan bahwa kendaraan yang digunakan Rasulullah adalah
buroq atau barq, bisa diterjemahkan kendaraan serupa kilat. Kilat ini
secara ilmiah adalah api petir yang muatannya adalah listrik. Ini adalah
soal ilmiah yang belum tuntas, tapi tidak berlawanan dengan akal sehat,
seperti orang yang memerlukan waktu yang lama untuk menghitung
ribuan angka. Kita tidak akan membahas detil soal Isra’ Mi’raj ini, sebab
akan membutuhkan uraian panjang.
Logika inilah menurut Al-Quran sebagai pangkal ilmu
pengetahuan dan hal yang sangat menentukan untuk memperkuat
keimanan seseorang. Dalam Surat Az-Zumar ayat 9 didalilkan begini:
“…Katakanlah: Samakah orang-orang yang berpengeta-huan dengan
orang yang tidak berpengetahuan? Sesungguhnya yang mendapatkan
pelajaran hanyalah orang-orang yang mempunyai pikiran.”
Jadi, ajaran Islam mempunyai visi dan misi yang cukup tegas
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pikiran (alat untuk menalar
atau berlogika) oleh Al-Quran tersebut dikatakan sebagai milik orang
yang berpengetahuan. Pikiran merupakan pangkal ilmu pengetahuan
manusia. Dengan memaksimalkan penggunaan akal pikiran maka bisa
menumbuhkan atau memperkuat keimanan.
Nabi Musa ketika hidup di istana Fir’aun tidak bisa makan enak
dan tidur nyenyak ketika melihat kaum Bani Israel yang dijajah dan
diperbudak oleh raja Fir’aun. Apalagi ia mengetahui bahwa ternyata
darahnya adalah darah Israel. Ia berpikir, bagaimana caranya
membebaskan kaumnya dari perbudakan Mesir. Ia berpikir bahwa
Fir’aun telah salah karena berlaku sewenang-wenang dan diskriminatif
Yang pertama dilakukannya adalah berbaur dengan para proletar, kaum
pekerja yang diperbudak itu, sampai-sampai ia memukul seorang
supervisornya Fir’aun, sehingga pengawas pekerja itu meninggal dunia.
Akhirnya Fir’aun menyuruh pasukannya untuk menangkap Musa. Dan
Musa melarikan diri.
Tindakan musa itu dilakukan menurut logika. Seandainya Musa
melawan pasukan Fir’aun sendiri maka ia akan mati. Dalam pelarian dan
pengembaraannya itulah Musa memperoleh cahaya keimanan dan ilmu
pengetahuan, yang akhirnya dijadikan bekal untuk membebaskan
kaumnya dari perbudakan pemerintahan Fir’aun.
Nabi Ibrahim memperoleh cahaya keimanan setelah berjuang
memeras otak (logika). Tadinya ia menyangka bintang, bulan atau
matahari itu Tuhan. Tapi akhirnya ia merasa hal itu tidak logis sebab
tidak mungkin Tuhan itu lenyap atau tenggelam meskipun hanya
beberapa saat. Sampai pada titik pemikiran tertentu akhirnya ia berpikir
bahwa Tuhan itu pasti yang membuat bintang, bulan, matahari, langit
dan seluruh eksistensi. Di situlah lalu Ibrahim mendapatkan cahaya
keimanan dari Allah.
Nabi Muhammad pun memperoleh cahaya keimanan setelah
melakukan kontemplasi, menggunakan nalar atau akalnya. Ia melihat
masyarakatnya yang liar, kecurangan merajalela, penindasan di mana-
mana, kaum perempuan dihina-hina dan direndahkan martabatnya,
kepercayaan kepada Tuhan tercerai-berai dalam bentuk politheisme.
Bagi Muhammad itu adalah keadaan yang tidak rasional. Seharusnya
tidak boleh begitu. Manusia harus saling rukun dan martabatnya sejajar.
Tuhan harusnya satu saja, tidak bermacam-macam seperti yang
dirupakan dalam berbagai bentuk patung yang memenuhi Ka’bah.
Kontemplasi Muhammad bukan dalam pengertian ia meminta
kepada roh leluhur, lelembut atau danyang sing mbaurekso Gua Hiro.
Bukan seperti itu! Ia tidak membawa secuilpun kemenyan. Justru ia
resah melihat patung-patung yang diberi sesajen di sekitar Ka’bah. Yang
ia bawa adalah nalar, pikiran dan pengalaman (pengetahuan) dalam
perjalan hidupnya. Ia berpikir, mencari Tuhan untuk dapat mengatasi
segala perkara takhayul dan tidak logis yang terjadi di masyarakat. Maka
turunlah cahaya keimanan itu dengan sebuah bahasa simbolis: “Iqra’!”
Muhammad disuruh membaca. Padahal ia buta huruf. Lalu, ia dibimbing
oleh Jibril untuk membaca. Belajar ilmu pengetahuan. Artinya:
terangnya dan jujurnya keimanan adalah dengan logika dan ilmu
pengetahuan. Dengan akal dan ilmu pengetahuan itulah Allah
mengangkat derajat seseorang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
yang tidak berilmu pengetahuan (Surat Al-Mujaadalah: 11).
Ajaran agama yang benarpun pasti juga menggunakan logika
dan ilmu pengetahuan. Kata Nabi Muhammad, dalam mencapai
kemenangan yang menentukan bukan kafir atau tidak kafir, tapi
ketepatan manajemen. Itu sudah dibuktikan Nabi Muhammad sendiri
ketika suatu saat berperang, pernah sampai hampir kalah, mukanya
berdarah dan giginya rompal, gara-gara pasukannya lengah. Tetapi
untungnya pasukannya cepat-cepat diorganisir kembali sehingga bisa
memenangkan peperangan.
Artinya; agama Islam tidak bersifat klenik. Kalau orang Islam
tidak logis dan takhayul pasti kalah oleh masyarakat yang ilmu
pengetahuannya lebih maju. Allah menjunjung harkat, martabat dan
kedudukan manusia melalui akal dan ilmu pengetahuannya. Karena itu,
ketika Nabi Isa kalah pasukan dengan tentara Romawi dan para rabbi
Yahudi, maka ia melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, sebab
ia mengetahui bahwa pasukan Romawi sangat besar dan terorganisir
rapi. Kalau ia nekat menghadang pasukan Romawi maka nasibnya akan
tragis.
Sejarah juga membuktikan bahwa Dinasti Abbasyiah juga
dilibas habis oleh Hulagu Khan, karena keteledoran manajemennya dan
kalah kuat. Artinya, Allah tidak akan mendatangkan pertolongan jika
manusia tidak menggunakan akal sehatnya. Allah tidak mempunyai
perjanjian dengan orang-orang Islam untuk selalu membantunya tanpa
syarat. Karena itu masyarakat Islam yang tidak mempergunakan daya
pikir dan tidak berilmu pengetahuan pasti akan kalah dan tertinggal.
Saya tidak akan membahas logika Nyai Ratu Kidul dari unsur-
unsur ilmiah yang menyusun eksistensinya, sebagaimana kita
mempertanyakan, zat apakah yang menyusun eksistensi lelembut?
Pertanyaan tersebut akan memaksa kita untuk menguraikan secara
ilmiah, misalnya tentang unsur-unsur yang menyebabkan terbentuknya
tubuh makhluk halus yang dikatakan sebangsa roh atau jiwa tersebut.
Bukan dengan ukuran itu. Menganalisis unsur pembentuk roh bukan
perkara mudah. Al-Quran sedikit memberikan gambaran tentang roh,
yang memang menjadi rahasia Allah. Tetapi masih mungkin untuk
diselidiki dengan ilmu pengetahuan.
Al-Quran menjelaskan: “Jika mereka bertanya kepadamu
ten ang roh, maka katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhanku.
Kalian tidak akan diberi pengetahuan tentangnya, melainkan hanya
sedikit (Surat Al-Isra’: 85). Pengetahuan yang “sedikit” inilah yang saya
maksudkan masih bisa diselidiki secara ilmiah.
Follow our blog on Twitter, become a fan on Facebook. Stay updated via RSS
0 komentar for "Nyai Ratu Kidul Dari Sudut Logika"