64 Tahun Penjajahan Indonesia
By agussodagar - Rabu, 12 September 2012
PERHATIAN BUAT PARA PEMBACA NEW.TITUIT.COM
- Sebagian Artikel Berita Foto Video news.tituit.com ini berasal dari berbagai sumber yang ada di internet .
- Hak cipta Artikel,berita,foto,video news.tituit.com menjadi milik sumber berita ,artikel,video,foto dan materi terkait.
- News.tituit.com tidak ada maksud untuk membajak hak cipta karya manapun.
- Artikel,berita,foto,video materi news.tituit.com semata mata hanya untuk documentasi , selanjutnya untuk di manfaatkan sebagai media berbagi informasi dan silaturrahmi.
- Segala metari news.tituit.com hanya untuk pembelajaran guna menanamkan suka baca dan tulis .
- Jika ada yang tidak berkenan tulisanya di tampilkan di news.tituit.com , kami harap untuk melapor kepada admin, kami tidak keberatan untuk menghapus materi tersebut.
- Jika materi ini bermanfaat , saran kami jangan lupa memberi konstribusi kepada sumber materi terkait.
- Bila ada materi yang tidak di sebutkan sumbernya , kami mohon maaf.
Demikian pengumuman singkat terkait materi yang ada di news.tituit.com dan atas perhatianya kami ucapkan terimakasih, dan selamat membaca.
-Genap sudah 8windu bangsa ini dijajah oleh Indonesia. Andai saja
pada pagi di bulan puasa tepat 64 tahun yang lalu itu para pendiri
Indonesia tidak berbuat ulah dengan mengibarkan rajutan benang
merah dan putih itu, tentunya tidak akan jadi begini nasib kita.
Lihatlah Malaysia, lihatlah Singapura, mereka bukanlah orang-
orang yang suka berulah dan kini negeri mereka aman dan makmur.
Jangan heran kepada kami. Bagi kami harga diri adalah bualan
orang-orang tidak berpendidikan. Yang ada hanyalah realitas dan
berpikir masuk akal. Tidak perlulah kalian berkata tentang harga
diri itu. Yang penting kita untung, tidak peduli dengan yang lainnya.
Maka jangan heran pula jika kami suka menjual kekayaan kami
kepada asing. Bukan menjual, itu hanya sekedar investasi. Toh
dalam kitab pendidikan kami mengajarkan memang seperti itulah
seharusnya. Tidak perlulah kita berpikir kekayaan itu dikuasai
siapa, yang penting kita untung. Daripada dikuasai kita sendiri
namun merugi? Maka lebih baik kami serahkan ke asing toh nantinya
kami juga bakalan kecipratan nol koma sekian persen dari jutaan
trilyun tersebut, toh itu tetap saja jumlah yang besar dan tidak
sanggup kami habiskan hingga anak cucu kami. Maka jangan heran
pula jika kami kini berpikir untuk menjadikan Indonesia sebagai
sebuah perseroan terbatas, karena selama 64tahun ini tampaknya
Negara ini terus merugi. Mungkin bila pihak asing yang menangani
bisa saja Negara ini menjadi untung kembali.
Yang penting adalah kita mendapatkan keuntungan. Itulah yang
diajarkan dalam sekolah-sekolah kami yang lebih banyak berbicara
tentang tangan ajaib milik Adam Smith dibanding Koperasi Hatta.
Karena dalam sekolah kami, Negara-negara di Barat jauh sana bak
sebuah nabi dan sauri teladan yang baik. Sebisa mungkin tirulah
mereka hingga bagaimana cara mereka buang air besar.
Maka jangan heran ketika sekolah-sekolah kami kini menggunakan
bahasa asing yang bahkan tidak kami mengerti. Peduli anjing
tentang pendidikan, yang kami tahu pendidikan dengan bahasa
Inggris itulah yang baik. Bahkan ketika perut kami sakit karena
kebanyakan makan, kami pun enggan menginjakkan kaki ke klinik
dimana bahasa pribumi digunakan. Pokoknya harus bahasa asing
yang terdengar dalam telinga kami meskipun kami juga tidak paham
maksudnya. Jadi jangan heran jika sering terjadi mal praktek
akibat adanya mis komunikasi diantara pasien dan dokter.
Bagi kami, sertifikasi internasional jauh lebih berharga daripada
lebel halal. Karena kau tahu? Segala sesuatu yang baik itu
datangnya dari luar, dari Barat jauh sana, bukan dari diri kita
sendiri. Lihatlah apa yang melekat pada diri kami. Jika kau temukan
sepatu yang awet dan tahan lama, maka itu pastilah berasal dari
Amerika. Sedang jika sepatumu gampang rusak, maka pastilah itu
produk lokal. Suami dan istri yang baik pun adalah yang dari luar,
atau minimal mereka adalah blasteran yang bukan murni darah
lokal. Seperti yang kau lihat di layar tivi kami dimana blasteran
Barat jauh mendominasi apa yang kami kategorikan sebagai cantik.
Seburuk-buruk penjajah adalah Indonesia. Di saat awal Negara ini
menjajah kami mereka dengan bodohnya justru bekerja sama
dengan kaum Timur sosialis dan bermusuhan dengan Negara-
negara Barat Jauh. Bahkan mereka menolak mentah-mentah
investor dari Belanda yang berniat membangun bangsa ini di akhir
tahun 2605. Tak bisakah kalian melihat bahwa apa yang kalian
musuhi adalah mereka yang kaya dan memiliki segalanya?
Itulah kebodohan terbesar Indonesia. Andai saja kita terima
Belanda dan sekutunya untuk berinvestasi di negeri ini, tentu saat
ini kita sudah seperti mereka. Tetapi kalian sibuk berteriak dengan
apa yang kalian sebut sebagai harga diri. Dan lihatlah ketika kini
harga diri sudah tidak lagi ngetrend maka itu semua menjadi
penyesalan tiada akhir.
Nasionalisme adalah sebuah bentuk chauvinisme lain yang
diperlembut. Itu semua tidak lebih dari sebuah bentuk fanatisme
kelompok. Kita sekarang hidup di zaman globalisasi, Bung!
Nasionalisme kini tidaklah lebih dari penghalang kehidupan
sejahtera. Maka kami heran ketika masih ada saja Negara yang
melindungi warganya dengan subsidi, proteksi, bea cukai dan
sebagainya yang menghalangi globalisasi.
Maka cukuplah bagi kami mengenal kata Indonesia dan
Nasionalisme dua kali, yaitu saat pemilu dimana para pemegang
saham Negara ini menjadi dekat dengan kami dan saat tanggal 17
bulan 8. Dan cukuplah orang-orang yang bau tanah itu yang
mengenang apa yang mereka sebut sebagai kemerdekaan. Biarkan
mereka bertirakat pada malam sebelumnya dan menangis terharu.
Bagi kami tidak ada yang perlu direnungi karena tidak ada satu pun
saudara kandung kami ataupun teman kami yang mati dalam
pertempuran konyol mereka. Sedangkan anak-anak kami terpaksa
mengikuti upacara sebagai formalitas saja. Ah biarlah, satu atau
dua tahun lagi anak-anak kami pasti tidak perlu kepanasan di pagi
hari libur itu.
Romantisme perjuangan dan kejayaan masa lalu yang diajarkan
dalam sejarah bangsa kami adalah sesuatu yang harus kami lupakan
seiring berjalannnya waktu, bukan sesuatu yang harus kami
wujudkan kembali. Karena bagi kami itu semua hanyalah tinggal
utopia yang hanya akan menghambat kami untuk berpikir realistiis.
Jadi wajar jika kini Pancasila telah kami gantikan dengan konsensus
Washington karena bagi kami Pancasila adalah produk masa lalu
yang sudah ketinggalan zaman.
Cukuplah Pancasila berada dalam arsip sejarah nasional kami, tidak
lebih. Bersama dengan lagu-lagu indah tentang Indonesia yang
konon katanya dari Sabang sampai Merauke. Padahal tahukah kalian
bahwa Indonesia tidak lain hanyalah sebuah bentuk penjajahan
Jakarta terhadap daerah-daerah lain? Pemerintah menganggap
Indonesia hanyalah Jakarta, sedang daerah lain tidak lebih dari
sumber pemasukan tambahan dari apa yang dapat mereka hasilkan
untuk Jakarta. Maka wajarlah ketika Jakarta sibuk berburu
blackberry maka kami yang berada di Timur sana menderita beri-
beri karena buruknya apa yang kami makan.
Marilah kawan, sekarang sudah bukan zamannya lagi berbicara
yang namanya harga diri. Salah kita sendirilah bila barang kita
hilang dicuri orang. Itulah salah satu cara berpikir kami. Segala
sesuatu yang baik itu datangnya dari luar. Maka kita orang-orang
bodoh ini sebaiknya menurut saja lah pada Barat jauh sana. Raga
kami pribumi namun pikiran kami adalah Barat jauh. Bukan dicuci
otak oleh mereka, tetapi oleh industri pendidikan kalian sendiri.
Enam puluh empat tahun Negara ini dijajah oleh Indonesia, dan
kami yakin tidak lama lagi kami akan merdeka dari Indonesia
melihat sejauh ini kami telah berhasil.
Follow our blog on Twitter, become a fan on Facebook. Stay updated via RSS
0 komentar for "64 Tahun Penjajahan Indonesia"